Satrio W.S.
Menuju Bekasi adalah pulang kembali ke sebuah kota layaknya kampung halaman yang telah lama di rindukan. Walau lahirku bukan disana tapi budaya dan lingkungan sekitarnya merupakan temanku menghabiskan golden age kehidupan. Sudah banyak kota yang di singgahi tapi Bekasi tetap menjanjikan pesona yang berbeda. Bukan karena sengatan terik siang hari atau debu jalan yang semakin tebal dan bukan juga karena jalan berlubang yang semakin berkurang.

Menuju Bekasi adalah kembali bertemu dengan orang-orang hebat yang pernah ku kenal. Teman – teman dB yang saat ini terus berkarya untuk menjadi lebih baik. selalu ada senyuman terselip canda yang mencairkan di antara mereka. Setiap pertemuan penuh makna yang bisa di jadikan bekal bagi perjalanan hidup. Ladang ilmu di sana. Dari mereka, Kak Nesan, Kak Ahmad suryana, Kak Idcham, Kak Zay, Kak Iwak, Kak Idcham, Kak Jamal, Kak Taufik, Narul, Martin, Vera, Pupung, Nurjanah, Rozaq, Sumanto, Adim, Ahmad, Ardi, Endang dan seluruh saudaraku di Dasabala.

Menuju Bekasi adalah kembali berhadapan dengan orang – orang berpikiran antara pusar hingga lutut. Sebuah pendewasaan yang sulit mereka raih. Kembali teringat pada diskusi sore hari dengan seorang kakak di FK UGM. Ia bercerita tentang apa yang ia ketahui. Bahwa proses kita sebagai manusia untuk menjadi dewasa ibarat posisi kita dalam shalat. Dari berdiri, ruku’ kemudian sujud. Kesemuanya mengisyaratkan rangkaian proses kita dalam menggunakan akal (otak) dan hati. Saat berdiri, posisi otak kita lebih tinggi dibandingkan hati. Di sinilah kita lebih mengutamakan akal ketimbang hati. Seperti seoarang anak kecil yang berebut permen dengan adiknya. Begitulah sterusnya hingga kita mencapai poisisi sujud dimana kita akan lebih menggunakan hati daripada sekedar akal dan di posisi inilah tercapainya kedewasaan kita.

Mengingat Bekasi adalah kembali mengingat sesuatu yang sulit di mengerti. Sama seperti pertempuran yang tak pernah ku menangkan. Keraguan - keraguan yang berkelebat dan sulit kuhapus. Tapi sekarang aku sangat bersyukur akan keniscayaan yang selalu ada di atas ketidakpastian. Semua yang kubayangkan adalah kenyataan, tapi aku sangat puas akan hal ini. Tak ada yang perlu diragukan lagi hari ini, esok dan seterusnya. Alhamdulillah

Melupakan Bekasi adalah mengingat kembali pembicaraan via telepon dengan teman dari Jogjakarta. Pembicaraan tentang tugas kuliah yang mengantarkan fokus untuk kembali pada mimpi – mimpi besarku tahun ini.

Sulit untuk melupakan kenangan indah disini. Akan kusimpan Bekasi-ku untukwaktu selanjutnya.

Di tulis 2 Oktober 2009
Satrio W.S.
Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang2mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
dan aku terima kau dalam keberadaanmu
seperti kau terima daku

aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
hutanmu adalah misteri segala
cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi
Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

"hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya "
tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar terimalah dan hadapilah

dan antara ransel2 kosong dan api unggun yang membara
aku terima ini semua
melampaui batas2 hutanmu, melampaui batas2 jurangmu

aku cinta padamu Pangrango
karena aku cinta pada keberanian hidup

Jakarta 19-7-1966
Soe Hok Gie

Silahkan Isi


ShoutMix chat widget